Minggu, 31 Oktober 2010

TELAGA HATI


suara lembut mu , meneduhkan ragaku
tatapan mata berbinar, bibir selalu tersenyum
sungguh tak keliru memilih
tak ada yang membuat mu terusik atau berpaling

telaga nan luas, tak beriak
dihiasi teratai menambah ke elokannya
hanya ada kedamaian dan keteduhan
tempat bernaung mahluk yang ada didalammnya


ku bawa sebongkah rindu, kau senang
ku bawa seember kesal, tak ada masalah
ku curahkan amarah, kau pun tak bergeming
kucurahkan air mata, kau tersenyum

hatimua adalah wadah itu
persaanmu adalah tempat itu
kalbu mu adalah tempat kamu
menampung segalanya

jangan jadikan hatimu seperti gelas
buatlah laksana telaga yang mampu
menampung setiap kepahitan
dan merubahnya menjadi kesegaran dan kedamaian


Sabtu, 30 Oktober 2010

Persahabatan

persahabatan itu ibarat tangan dengan mata
saat tangan terluka, mata menangis...
saat mata menangis, tangan lah yang menghapusnya.


Apa yang kita alamai demi teman terkadang melelahkan dan menjengkekan
tetapi, itulah yang membuat persahabatan mempunyai nilai yang indah.
Persahabatan  sering menyuguhkan beberapa cobaan.
tetapi, persahabatan sejati bisa mengatasi cobaan itu bahkan bertumbuh bersama karnanya.


Persahabatan tidak terjalin secara otomatis tetapi membutuhkan proses yang panjang,
seperti besi menjamkan besi, demikianlah sahabat menajamkan sahabatnya.
Persahabatan di warnai dengan berbagai pengalaman suka dan duka,
dihibur-disakiti, diperhatikan-dikecewakan, didengar-diabaikan, dibantu-ditolak,
namun semua ini tidak pernah sengaja di lakukan dengan tujuan kebencian.

seorang sahabat tidak akan menyembunyikan kesalahan untuk menghindari perselisihan,
justru karna kasihnya ia memberanikan diri menegur apa adanya.


Sahabat tidak pernah membungkus pukulan dengan ciuman......
tetapi menyatakan apa yang amat menyakitkan dengan tujuan sahabatnya mau berubah.


Proses dari teman menjadi sahabat membutuhkan usaha pemeliharaan dari kestiaan.
bukan pada saat kita membutuhkan bantuan barulah kita memiliki motivasi mencari perhatian,
pertolongan, dan pernyataan kasih dari orang lain. sebaliknya dia justru berinisiatif memberikan
dan mewujudkan apa yang dibutuhkan oleh sahabatnya.


kerinduannya adalah menjadi bagian dari kehidudpan sahabatnya...


tidak ada persahabatan terjalin kalo mempunyai sikap egoistis.


seorang sahabat rela melakukan sesuatu utk kepentingan sahabat dan sejenak mengabaikan 
kepentingan diri sendiri.
merelakan kepentingan diri, kesenangan dan kepentingan diri demi sahabat.
 tidak lah mudah tetapi indah.........


semua orang  membutuhkan sahabat sejati,
namun tidak semua orang berhasil mendapatkannya......


banyak pula orang yang telah menikmati indahnya persahabatan,
namun ada juga yang begitu hancur karna di khianati sahabatnya....


ah...sahabat......
aku memimpikannya, tapi sekarang???? apa yg terjadi????

Kamis, 28 Oktober 2010

http://www.youtube.com/watch?v=BD4-9FGmvTE

catatan ziarah by Victor Riwu Kaho

  • Perkembangan Bahasa Sabu mengalami stagnasi kalo tidak mau dikatakan mengalami kemunduran.  Generasi muda di Sabu hanya dapat menggunakan bahasa sehari-hari, apalagi yang di perantauan.  Bahasa baku yang digunakan secara formal, ketika berbicara dengan orangtua atau setidaknya mereka yang layak dihargai dan dihormati, hanya dikuasai oleh para Mone Ama karena menjadi persyaratan dalam memimpin ritual-ritual khusus.
  • Kesusateraan dalam bentuk cerita-cerita rakyat yang mengandung nilai-nilai moral tinggi, sudah nyaris lenyap dari peredaran.  Syair-syair kuno tentang asal-usul, karya-karya besar putera Sabu, pandangan orang Sabu tentang TUHAN dalam hubungannya dengan alam dan sumber daya, dll., bak sumber mata air yang tinggal dua tiga tetes terakhir sebelum benar-benar kering.
  • Tata krama berbasis norma-norma warisan leluhur sudah sulit ditelusuri keberadaannya dalam kehidupan sehari-hari, selain dalam upacara-upacara adat yang penyelenggaraannya sudah sangat terbatas.
  • Organisasi sosial masih ada dalam bentuk simbol ikatan kekeluargaan tetapi daya ikat dan daya tariknya sudah jauh melemah tergerus oleh 'penyakit' individualisme yang melanda.
  • Knowledge management boleh dikata sudah berantakan.  Kecuali untuk gagah-gagahan, banyak informasi dan pengetahuan orang Sabu warisan leluhur yang dikemas dan disimpan dalam berbagai tradisi dan ritual adat sudah tinggal menunggu nafas-nafas terakhir untuk kemudian punah.  Di belahan dunia lain, sudah muncul kesadaran budaya untuk menggali, melestarikan, dan terus mengembangkannya, di Sabu malah terjadi pelecehan dan pemusnahan yang semakin menjadi-jadi.
  • Kesenian khas benar-benar mandeg, kecuali ragam motif tenun ikat yang berkembang karena tuntutan pasar.  Anak-anak Sabu saat ini cuma bisa menarikan tarian karya leluhur, Ledo Hawu dan Pedo'a.  Mana mampu bikin kreasi baru yang mendunia seperti karya leluhur ini?  Lagu-lagu baru, ada tapi belum ada yang melegenda seperti lagu-lagu tua Ele Moto Pa Ra Liru, 'Bole 'Jarru, dll.
Ba sudara laen, beta yakin ada bahkan yang punya data lebih lengkap dari sepotong uraian hasil ngobrol di ammu Luiwogga ini.  Yang pasti harusnya orang Sabu menyadari bahwa betapa nasib buruk benar-benar sedang mencengkeram orang Sabu dan budayanya.  Bahwa tatanan nilai-nilai luhur seperti pengakuan dan penyembahan kepada TUHAN sang Khalik (masyarakat religius), humanis, terbuka, etos kerja tinggi, sadar lingkungan, kuat dlm memegang prinsip2 benar, adil, jujur, dan disiplin, semua sedang mengalami proses erosi, depresiasi, dan teralienasi.  Orang Sabu yang mau jujur dengan keadaan ini, harusnya mengaku bahwa memang sedang terjadi suatu proses pelunturan (inertia) identitas kesabuan yang memprihatinkan.  Situasi semakin memprihatinkan ketika pada kenyataannya, para pelakunya bukan pihak lain, bukan para pendatang seperti orang Jawa atau Bugis-Makassar, tapi justru kita orang Sabu sendiri.

Dalam percakapan hangat tentang permasalahan di atas, semua yang hadir sepakat bahwa akar permasalahannya bersumber pada tiga mata air besar:
  1. Ini buah negatif dari karakteristik masyarakat Sabu yang terbuka dan independen. Keterbukaan dan independensi orang Sabu membuat mereka mudah terpengaruh oleh nilai-nilai dan ajaran baru, sekaligus bebas dan tidak mau dihambat untuk memutuskan untuk meninggalkan yang lama.  Padahal apa yang baru itu belum tentu yang efektif bagi orang Sabu, sementara yang diceraikan pun belum tentu sesuatu yang benar-benar buruk bagi kebaikan orang Sabu.
  2. Penguasa/Pemerintah yang belum memainkan peranananya dengan baik. Dinas Kebudayaan & Pariwisata dari semenjak Sabu belum menjadi kabupaten, tidak memiliki blue print yang tegas tentang bagaimana pemerintah memainkan peranannya sebagai fasilitator bagi pelestarian dan pengembangan budaya Sabu.
  3. Di luar institusi pemerintah, ada gereja yang juga turut mempengaruhi melalui pendekatan penginjilan ala pietisme.  Penginjilan di Sabu harus diakui membawa kemajuan luar biasa bagi orang Sabu sehingga dapat memperoleh kesempatan pendidikan yang bermanfaat bagi modernisasi pemikiran dan kesempatan memperoleh pekerjaan yang lebih baik.  Sayangnya, penginjilan di Sabu baru berhasil sampai di situ.  Lebih dari itu, penginjilan ala pietisme telah turut andil dalam pelecehan yang menyebabkan budaya Sabu sbg simbol ke-sabu-an do hawu, teralienasi.  Tersingkir di tanah kelahiran sendiri.  Meski GMIT sebagai gereja terbesar di Sabu telah menyadari kelemahan ini, namun sampai saat ini nilai-nilai penginjilan gaya lama  masih menyisakan dampak yang tidak ringan untuk di atasi.  Mayoritas orang Sabu di mana-mana masih mempersepsikan adat budaya Sabu sebagai produk kekafiran dan karenanya tidak layak dipertahankan, namun tidak punya solusi tatanan baru seperti apa yang mau dikembangkan sebagai gantinya.  Ada juga yang masih tertarik mempertahankan nilai-nilai budaya yang dianggapnya baik, namun norma2, ritual, dan artefak dibuang saja.
Pandangan masyarakat kristen di Sabu ini, menurut beta menyisakan beberapa problem.

Problem pertama adalah bahwa budaya adalah satu barang yang selalu terdiri atas nilai2, norma ato hukum, ritual2, dan simbol atau artefak.  Budaya adalah rancang bangun yang lengkap dari sistem nilai yang dikemas dalam bentuk struktur hukum tertentu dan diinstitusionalisasikan melalui berbagai ritual dan artefak agar tatanan nilai-nilai tersebut dapat mengalami enkulturasi (pembudayaan) dan pada akhirnya membentuk jatidiri yang khas dari satu bangsa yang membedakannya dari bangsa-bangsa lain.  Budaya tanpa ritual dan artefak, bukan budaya namanya.  Bak tubuh tanpa roh alias mayit.

Problem kedua adalah jika membuang ritual dan artefak, lalu dari mana kita bisa menemukenali nilai2 baik yang mau dilestarikan?  Ritual pe pehhi contohnya.  Orang Sabu menanamkan nilai sportifitas, keberanian menghadapi risiko, dan keteguhan/ketabahan melalui ritual pe pehhi (perang batu) sebagai bagian dari upacara nga’a kewwehu di penghujung bulan ‘bagarae.  Melalui pe pehhi pula org Sabu melepas energi-energi destruktif yang berlebihan hingga berada pada level yang lebih dapat dikendalikan.  Pe pehhi tidak berdiri sendiri tapi menjadi bagian dari rangkaian proses olah batin orang Sabu untuk membentuk jatidiri manusia Sabu yang berani menghadapi tantangan alam, gesit/tangkas,  dan dg ketabahan membentu sikap sportif (fairness).  Pe Pehhi bukanlah olah raga bisa namun bagian dari ibadah kepada sang Khalik, Deo Woro Deo Penynyi, sebagai tanda syukur atas limpahan due yang telah disadap dan dimasak menjadi gula, sumber penghidupan bagi orang Sabu.  Jika kita bisa lebih menghargai ritual orang Sabu, paling tidak melepas sikap arogan yang memandang rendah, maka kita bisa menemukan betapa cerdas para leluhur yang telah membangun institusi budaya macam begini, sehingga berhasil membentuk karakter manusia Sabu yang terkenal berani, tangkas, berdisiplin, dan sangat menghargai sportifitas.  Orang Sabu juga dikenal kuat dalam memegang prinsip kewajaran (fairness), karena itu tidak mudah mengatur orang Sabu untuk melakukan hal-hal yang dianggapnya tercela (tidak wajar).  Tagal prinsip ini, penjajah Belanda menjuluki orang Sabu sebagai kaum mardijkers.

Kita juga bisa menemukan jawaban, mengapa karakter baik orang Sabu ini kemudian berangsur-angsur hilang, akibat gencarnya upaya-upaya membuang ritual-ritual yang selama ini menjadi alat enkulturasi nilai-nilai luhur tersebut.
Pertanyaan besar dari beta yg belum dijawab adalah jika ritual dan artefak adalah media tumbuh bagi nilai-nilai tersebut, maka ritual dan artefak baru seperti apa yang mau dihadirkan sebagai ganti berbagai ritual dan artefak lama yang dibuang?  Itu berarti kita harus bisa merancang unsur2 tata kelola berupa struktur,  infrastruktur, dan prosesnya agar ada jaminan bahwa tata nilai yang ingin dilestarikan benar-benar terinstitusionalisasi dan bukan malah hilang bak embun terkena sina mentari?  Pertanyaan yang lebih awal lagi, sejauhmana keputusan membuang ritual2 dan artefak budaya memiliki jastifikasi yang kuat, jika kita tidak mengenal dari dekat dan bersentuhan langsung dengan ritual-ritual dan artefak tersebut?

Jalan Keluar Apa?

Saat itu, yang paling keras bersuara adalah maiki Tinus Mangngi Radja, Camat Mesara, katanya: "Sudahlah, kalo GMIT ato gereja lain terlalu macam-macam, kita bikin saja GMIS, gereja masehi injili di sabu!"

Kata-kata maiki Tinus di atas, kalo dicermati adalah ciri khas karateristik orang Sabu hasil pengamalan nilai-nila melalui berbagai norma, ritual dan artefak budaya, yang telah sukses mengakar sampai ke DNA. Sah-sah saja jika maiki Tinus berpandangan seperti ini.  Setiap orang Sabu berhak untuk itu, yang penting bisa dipertanggung jawabkan dan dapat membuka jalan ke arah pelestarian doleh semua lapiran masyarakat.  Karena itu, meski tidak berani klaim sebagai top markotop, beta juga mau ikut urun rembug.

Beta punya solusi adalah kembalikan ritual dan artefak yang ada ke posisinya semula sebagai alat institusionalisasi nilai-nilai unggul warisan leluhur sebagai satu kesatuan dari rangkaian proses enkulturasi budaya Sabu. Bahasa kerennya, lakukan revitalisasi dan refungsionalisasi  budaya Sabu peninggalan leluhur.  Ritual dan artefak2 budaya warisan leluhur ini telah terbukti berhasil membentuk karater manusia Sabu yang khas dan unggul sebelum datangnya penguasa asing di tanah Sabu.  Sembari itu, lakukan akulturasi melalui pemerkayaan (enrichment) nilai-nilai budaya Sabu tersebut dengan nilai-nilai baru (misalnya nilai/etika kristiani) yang dapat mengantarkan orang Sabu memiliki tatanan budaya yang menjadi bagian dari bangsa-bangsa bermartabat di kolong langit ini.   Siapa saja para pemangku kepentingan (stakeholders) dalam proses?

Masyarakat Sabu di mana-mana harus menjadi yang terdepan dalam proses ini.  Gereja sebagai bagian dari masyarakat Sabu, harus berperan aktif dalam tahap enrichment, sekaligus menghilangkan pandangan-pandangan destruktif yang tidak kristiani terhadap budaya Sabu (nilai, ritual, artefak) untuk mempermulus berjalannya proses ini.  Untuk itu, gereja harus mau dengan rendah hati menjadi Pelayan bagi orang Sabu, membimbing mereka menemukan dan mengimani adanya keselamatan oleh anugerah TUHAN, bukan oleh  usaha manusia, tanpa harus meninggalkan ritual2 dan artefak yang krusial bagi proses enkulturasi.  Orang Sabu juga tidak boleh menutup diri terhadap peran serta dunia dalam membangun kembali dan mengembangkan budaya ini.  Pemerintah sebagai Penguasa perlu menjalankan fungsi sebagai fasilitator, menyediakan infrastruktur berupa sarana dan pra sarana fisik yang diperlukan, memastikan bahwa keseluruhan proses berjalan secara transparan, dapat dipertanggung jawabkan, bermoral, mandiri, dan wajar.

beta copy artikel ini dari ama Victor Riwu Kaho....

beta pung harapan.....

kalo ingat pertama kali dulu menginjakkan kaki di pulau Jawa,
suka jengkel sa,
soalnya ada orang yg tanya,
"nona, asal dari mana?"
o, beta dari kupang n suku Sabu, beta menjawab.
mereka malah bingung, :Kupang itu dimana?
setelah di jawab, satu pulau dengan timor-timor..
ooooohhhh, dari timor????? orang timor ya????
(wah, tau dong, dulu klo di kupang, son ada yg mau di bilang orang Timor,
selain memang suku Timor).

dengan susah payah beta menjelaskan, kalo NTT itu ada nya di mana, dengan pulau2 nya n suku2 yang ada disana.
yg lebe parah le, ada yg son tau NTT itu letaknya dimana.
begitu beta sebutkan dari NTT (dengan sok tau, mereka bilang, o dekat ambon?)
beta rasa dulu orang2 di pulau Jawa, krn mereka tinggal dekat dengan ibu kota Negara dan lebih modern dalam segala hal, mereka lebih pintar dari beta, tp ternyata cuma letak NTT sa dong son tau, beta jadi mencibir, kenapa?
krn biar beta son pernah pi pulau atau propinsi yang lain, paling tidak, beta tau letaknya di mana
karna kitong belajar peta.

waktu kuliah ju kebanyakan dong pange kitong "timor"...
tp lama2 banyak ju yg bisa omong kupang,
krn beta lebih bangga omong beta pung bahasa drpd iko dong pung gaya.
apale sekarang, su terlalu byk kawan dong yg tau persis letaknya Kupang dan Pulau Sabu,
malah ikut2an omong Kupang atau belajar bhs Sabu, meskipun hanya sedikit.

dan yg bikin beta tamba senang, kawan2 dong suka dengan tenunan Sabu.
dong pada beli dan memakainya dengan bangga.
(hmmm su rasa??????????)
biar karmana beta ttp banggakan b pung tanah kelahiran.
ie ta d'o ie, Rai Hawu, rihi ie.

ada ju do hawu dong yg son mengaku do Hawu le...
pung kasian le, kacang lupa kulit betul.
kitong ajak omong pake bhs sabu sa son mau le.
pung bagaya le., pdhal besar di sabu, deng due nga donahu.
beta son tau apa yg buat dong malu jadi do Hawu,
dong pikir su hebat mangkali kalo su tinggal di pulau Jawa.
hakku ta wue anni ke, mi do jawa he?
itu su watak manusia dong, segala bentuk ada.
yang sombong ju byk, son tau apa yg di banggakan di dunia.

yg beta mau dan harapkan, semua do Hawu dong, klo katumu ya, berlaku lah seperti do Hawu,
do era nga had'a, pe hengad'd'u mi kuru d'ui,
saling menyapa, bukannya sok son kenal.
beta katumu deng org dari NTT sa rasanya su senang mati pung, apa le klo dari Sabu.
lgsg pengen cerita ttg Sabu, dan semua yg ada disana.

ada ju yg sok pintar klo omong ttg budaya sabu,
tp pintar omong sana sini sa, son ada solusi atau aksi utk memperkenalkan budaya Sabu.
bisanya mengkritik org lain. (dasar sok tau :P)

beta sangat berterimakasih kpd aa ari, namone, ama, ina dong yg bersusah payah dan berjuang melestarikan kitong pung budaya n memeperkenalkan kpd org lain khususnya di DKI Jkt.
semoga sa makin berkembang dgn baik, dan org lain bisa lirik kitong pung Rai Hawu, sebagai tujuan wisata.
yg son bisa buat apa2 na, duduk diam sa ko liat atau paling sonde na..kasi dukungan dalam Doa.
jang sok tau mengkritik sana sini.

semoga Rai Hawu makin di kenal teman2 di propinsi lain,
biar pulau kecil (Rai kab'a nao), tp tetap sa beta rindu pulang
rindu makan :wohiru, kohabe, wo ko, wo helag'i, wo mehaja, wo wud'i, wo meroa, wo pudu, wo mehaja....nginu due nga donahu, nga bud'u lai ladu.








siapa yang salah

 

siapa yang salah?

by Nia Erni Miha Balo on Wednesday, October 27, 2010 at 9:55am
harmoni alam, kicauan burung
menghembuskan bayu membuai
aliran bening mengalir bagaikan kristal
membasuh raga,segar, letih tak bersisa
 .
sewindu bahkan abad berganti
tangan-tangan kasar, rakus materi
mata liar memandang berkeliling
membabat habis, membabi buta
.
kicauan burung berganti pekikan memilukan
harmoninya alam tak lagi bersisa
menghantam berbalik pada jiwa yang tak mengerti
raga tak bernyawa,terkubur tak dikenal
.
air bening pun berubah merah
banjir, airmata,darah dan luka menganga
berlari tanpa tujuan, sebatang kara
lunglai, pedih jiwa dan raga
 .
kemana,dimana,siapa yang harus menjawab
tiada seorang jua yang mengakui
kau peluk tanya dalam diam mu
tanya yang tak terjawab sampai raga mu terbang.

pertama dan rasa perih

 

Pertama dan rasa pedih

by Nia Erni Miha Balo on Thursday, October 21, 2010 at 7:24pm
saat pertama kau datang
memberikan sejuta warna yang tak pernah ku lihat
kau merenda seluruh pinggiran hati
senyuman di bibir tak pernah pupus sepanjang hari
..
kau yang pertama membuat jantung berirama
siang dan malam dipenuhi bayang wajah ayu
sayup suara manja dan tawa terus menggoda
kebun hati penuh dengan aneka bunga bermekaran
.
dua pekan tak terasa berlalu cepat
bibir manis itu berubah bak petir membakar hati
pedih, teramat dalam, runcing bagai karang terjal
inikah warna warni cinta yang kau bawa?
.
aku tak mengerti tapi ku coba memahami
pagi hari kau kembali dengan pesona dan aroma mu
mencoba membungkus luka dengan senyuman
berpura pura,atau tak tau kah apa yang terjadi?
.
aturan itu membelenggu semua langkah
tetap ku pertahankan walau sakit
kau pasung seluruh ragaku
sampai kapan ini akan berakhir?
.
sungguh aku tak sanggup lagi
bulan berganti bulan, kesempatan tak terpakai
kata kata mu….
ah kata kata itu, bagi ku adalah sembilu
karna tak ku jumpai dalam tata krama hidup ku
.
cukuplah sudah, pergilah menjauh
yang pertama kurasakan hanyalah perih
disana masih ada bayang semu
kan kudekati untuk sebuah kenyataan…

Kalvari

 

K A L V A R I

by Nia Erni Miha Balo on Tuesday, October 5, 2010 at 8:44pm
Mata telanjang ku takkan sanggup melihat
aku yang melakukan semuanya
tapi KAU rela di siksa
mata iman ku tercekat, KAU meminum cawan itu
.
langkah kaki tak bisa ku jaga
tangan yang tercemar dan angan ku yang tak terbendung
hingga mengantar MU ke bukit itu.
mata MU yang teduh memancarkan cinta diantara pedih
 .
aku menjadi lunglai
tertunduk,memandang tangan dan kaki ku
tiada ku dapati rasa sakit dan luka
karna tangan dan kaki MU yang terluka
semua KAU lakukan karna cinta MU pada ku
.
kepala MU yang di mahkotai kemuliaan
kini bermahkota duri
seluruh tubuh MU di baluti warna merah
ini kah lambang merah dosa ku???
 .
warna dosaku yang merah seperti kermizi
telah KAU basuh dengan darah suci MU
kini kembali putih bersih
bukit itu, Kalvari yang sepi
jadi bukti cintaMU yang tak terbatas
 .
SUDAH GENAP...kata terakhir dari mulut MU
aku terbebas dari belenggu
menjadi orang merdeka seutuhnya.
aku tak membawa apapun untuk ku korbankan
inilah diri ku seutuhnya...
pakailah diriku sebagai alat MU.

melukis kenangan di pulau kera

 

melukis kenangan di pulau kera

by Nia Erni Miha Balo on Wednesday, October 6, 2010 at 4:54pm
bertelanjang kaki menapak pasir nan lembut
bergandengan tangan mengelilingi pulau
deru ombak memecahkan keheningan
menambah gelora cinta dalam dada
.
angin semilir, membawa sejuta kasih
berlari, berkejaran, terhempas
jemari tangan semakin erat bersatu
indahnya hari, indah nya laut, indah semuanya
.
bergelayut manja, menatap mesra
menggendong dengan hati bahagia
tiada keluhan, tiada lelah
yg ada hanya cinta
 .
waktu telah berlalu lebih dari 1/4 abad
tak ada satu pun yg berubah, semua sama
biru nya cinta, biru nya laut, biru nya langit
sesekali di tutupi kabut, tapi besok hari akan cerah kembali
 .

matahari segera menghilang, meninggalkan bayang-bayang
cinta kita akan tetap kuat
tidak boleh terpisahkan
karna disini, di pulau kera, semua terukir dengan indah

Serpihan kenangan

serpihan kenangan

by Nia Erni Miha Balo on Thursday, October 7, 2010 at 3:27pm
anganku menerobos ruang waktu
kaki kecil berlari di atas rerumputan
lelah mengejar belalang dan kupu-kupu
manja melompat ke pelukan
kau sambut penuh kehangatan
segera duduk di atas punggung kuda
kau berjalan perlahan menuntun di sampingnya
 .
celoteh riang gadis kecil
tak sanggup menghitung kuda,kerbau dan domba kita
di atas punggung kuda kesayangan mu
kita berkeliling hingga senja menjemput
yang ada hanya kebahagiaan.
 .
halaman rumah kita yang luas
berpagar batu nan tinggi
bercanda, diatas bahu mu yang kokoh
sesekali kau melempar ku ke udara
dan dengan sigap engkau akan menangkap ku kembali
dengan lengan mu yang kekar.
tak ada ketakutan, hanya derai tawa.
.
hingga hari itu, ku melihat kau tertidur
aku membangunkan mu, aku hanya ingin bermain
namun tangan2 nan lembut memeluk ku
berbisik, bahwa kau tertidur dan tak akan pernah bangun lagi
karna Tuhan lebih menyayangi mu.
 .
tidaaaaaaaaaaakkkkkkkk, aku berteriak
histeris dan begulingan, aku mau kita bermain.
tangis ku bak lolongan serigala
sampai letih dan ku tertidur.
hari berikutnya, masih dengan pemandangan yang sama
hancur sudah, takkan ada lagi dekapan hangat mu
aku takkan pernah duduk di atas punggung kuda mu
 .
engkau ternyata telah tertidur panjang
hanya itu serpihan kenangan kita yang tersimpan
cuma sedikit, tapi takkan terlupakan
sampai akupun tertidur seperti diri mu.
seringkali ku ingin merasakan dekapan hangat mu lagi
tak akan pernah dan tak pernah terulang
aku mencintai mu papa, selamanya.

foto - foto pulau Sabu







he's name "Ma Woke Pino"

He's name "Ma Woke Pino"

 

by Nia Erni Miha Balo on Wednesday, September 29, 2010 at 9:01am
darimana hendak memulai
aku sendiri tiada mengerti
semuanya mengalir bagaikan air
hanya sekedar tegur sapa
begitu peduli, begitu peka
semua talenta dia bagikan
canda tawa, air mata terurai jadi satu
tradisi, sapaan,nama, adat istiadat
tak membuat kita berbeda
 .
kuberikan sebuah nama
nama dari suku di bagian selatan
sejenak ku ragu apa yg telah ku lakukan
tp semua keraguan itu sirna seketika
kau senang dengan nama itu
seekor burung kecil dengan suara merdu itu arti nama mu
"Ma Woke" bukan lagi "ito"
.
senior yang hebat, penuh pengalaman
tak tergurat sedikitpun keangkuhan di wajahnya
tak letih memberi bimbingan
mengenalnya takkan ada rasa sesal
 .
burung kecil, suara merdu mu akan selalu di nanti
kepakkan sayap jangan pernah letih
terbanglah tinggi tapi tetap harus kembali
kerendahan hati mu menjadi panutan
biarkan kami belajar dari mu
 .
aku tak bisa merangkai kata kata indah bak pujangga
mungkin juga tak bisa membuat mu tersenyum
aku hanya punya Doa sederhana
sehat dan bahagia lah engkau selalu
aa berana "Ma Woke Pino"

b'ole jaru ina tana ya ee

B'OLE JARU INA TANA YA EE,,

 

by Nia Erni Miha Balo on Wednesday, September 15, 2010 at 4:45pm
pekat malam merangkul sepi
bibir terkatup, membisu tertusuk sembilu
tatapan hampa, kosong tak bernyawa
cinta sejati,terbungkus, kau pendam jauh dalam kalbu
 .
bunga sedap malam akan tetap mekar
aromanya tak mampu mengusik lamunan
gadis kecil berdendang tak mengerti apa yang terjadi
b'ole jaru ina tana ya ee (jangan berduka,meratap mama tersayang)
era DEO mone tao (sbab ada Allah yg menciptakan)
 .
kau dekap mengalirkan kehangatan
sejenak tersentak menatap sekeliling
Malaikat kecilmu ternyata ada disana
buah cinta suci yg telah berubah wujud
 .
perlahan berjalan ke peraduan
wajah teduh ke tiga malaikat mu
kau pandangi tak berkedip
mereka sangat membutuhkan diriku,engkau bergumam
 .
bangkit berdiri, tegar dalam usia mudamu
buang semua pedih, kau songsong dunia
kuatkan hati,tebarkan senyum
senyuman yg kini terlihat bermakna



.
(Puisi utk mama tersayang.....)
ketika usianya 37 tahun ditinggal oleh papa.pada saat itu usia ku juga baru 6 tahun,
yg aku ingat setiap malam mama dan aku duduk diatas kuburan krn kebetulan kuburan keluarga lgsg di samping rumah.
mama selalu menangis tp aku tidak mengerti knpa dia selalu menangis dan utk apa setiap malam duduk diatas kuburan papa.
sekarang usianya sudah lanjut, mama tetap tegar. terimakasih mama atas semua perjuangan dan pengorbanan mama
utk kami ber tiga. mama bahagia melihat kami bahagia. tidak sia2 perjuangan mama selama ini. kami sayang mama.
 .
utk ito Ma Woke.....terimakasih, ini puisi pertama yg beta buat selama hidup.
kritikan,masukan atau apapun beta tunggu spy beta pintar membuat puisi. GBU ito berana....